Uji Nyali di Langgar Nihayatul Hidayah kawasan Monjok Kebon Jaya Mataram


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

SALAM SEJAHTERA untuk kita semua pembaca sekalian kali ini BERITA LOMBOK akan menyampaikan berita terkait Uji Nyali di Langgar Nihayatul Hidayah kawasan Monjok Kebon Jaya Mataram , simak berita selengkapnya berikut ini.



Jika anda suka hal-hal yang berbau horor, tempat ini bisa dicoba. Sebuah langgar di tengah perkotaan ini, konon ‘tak pelit’ menampakan makhluk-makhluk astral. Berikut laporannya.

DI halaman tak begitu luas, beberapa bocah bermain, berkejaran. Mereka tidak terlalu peduli dengan debu yang melamuri kaki, tangan, hingga menempel hitam bercampur ingus di lubang hidung.
Uji Nyali di Langgar Nihayatul Hidayah kawasan Monjok Kebon Jaya Mataram
SUASANA LENGANG: Langgar Nihayatul Hidayah yang terletak di kawasan Monjok Kebon, terlihat sepi saat dikunjungi, Selasa (14/3). Lalu Mohammad/Lombok Post

Pekikan bocah yang terlalu senang, juga terdengar khas. Tempat ini ada di kawasan Monjok Kebon Jaya. Tak jauh dari tempat mereka bermain, sebuah langgar rapuh, berdiri menopang usianya.

Kaca pintu di ruang masuk sebelah kanan, retak. Dua pria dewasa, tengah asyik melepas penat sembari berbaring terlentang.

“Ada apa pak?” tanya pria yang mengaku bernama Jeni Prabowo.

Perawakan pria itu gempal. Rambutnya terlihat sudah banyak beruban. Tetapi penampilannya masih gaul. Setelan baju hijau dengan celana jeans dan ikat pinggang, khas warna rastafari.

Berbeda dengan pria yang menemaninya, sedikit tidak biasa. Terutama kalung yang digunakan dari tali nilon. Celetukannya pun terdengar kerap merancau. Seperti saat ia menyebut, kawasan itu punya nama horor.

“Ini Monjok Siluman,” celetuknya. Ia pun memperkenalkan diri dengan nama Antok Kamandanu.

Mendengar itu, Jeni hanya melirik sebentar. Tetapi tak mengoreksi celetukan rekannya itu. Dua pria itu, lalu mengajak Koran ini ke bagian belakang langgar.

Di sana sebuah kuburan keramat nampak usang oleh debu yang banyak menempel. Secara beriringan dua pria itu lalu duduk bersila di samping nisan kuburan.

Mulut mereka lalu perlahan komat-kamit membaca doa. “Mari mas, silakan ziarah,” ajak Jeni.

Ada beberapa benda yang menarik perhatian. Pertama, Alquran usang nan berdebu. Tertumpuk di dalam kardus.

Entah kenapa kitab suci itu, justru di taruh begitu saja di pojok atas tembok makam setinggi dada itu. Tetapi, jika melihat kebiasaan yang kerap menghiasi tempat-tempat yang diyakini memiliki energi mistik yang tinggi, barang kali Alquran itu memang diniatkan ‘menetralisir’ energi jahat.

“Iya memang sengaja di taruh di sana. Ini kan makam,” kata Jeni.

Benda lainnya yakni batu bulat. Di pojok barat pusara makam. Bentuknya memang unik-unik. Bulat, lalu ada cekungan sedikit di bagian atasnya. Cukup untuk menaruh anak batu yang sepertinya pasangan dari batu besar itu. “Ini batu haji,” celetuk Antok lagi.

Namun, Jeni buru-buru meluruskan. Ia mengatakan itu batu cobek. Konon batu itu, adalah warisan dari sosok yang terbujur di balik pusara itu.

Selain batu cobek, sebenarnya ada lagi yang lain, yakni kitab besar. Sayang kitab itu tidak ditinggalkan di langgar. Tetapi disimpan rapi Ratinah. Pria yang ditunjuk jadi mangku atau juru kunci kuburan!

“Bambu ini tidak ada yang berani memindahkan,” kata Jeni lalu menunjuk sebatang bambu tak jauh dari pusara.

Dari cerita yang ia terima, konon bambu itu memiliki usia ratusan tahun. Bahkan, ia yakin ada ada kekuatan magis, melamuri bambu yang sudah mulai jamuran itu.

Sebelum kami melihat seperti apa suasana di dalam langgar, Jeni bercerita jika langgar ini jarang digunakan sebagai tempat beribadah. “Masyarakat lebih suka salat di Masjid,” ujarnya perlahan.

Ada beberapa alasan warga enggan salat berjamaah di tempat itu. Pertama, area langgar memang jarang di buka oleh Ratinah. Kedua, suasana jelang petang aroma mistisnya sangat kencang. Bahkan ada beberapa warga, sekedar lewat saja kerap was-was.

“Apalagi kalau sudah malam, ndak berani saya lewat di situ,” cetus seorang wanita yang ikut nimbrung dengan perbincangan kami.

Beberapa warga yang pernah coba adu nyali, bahkan tak luput ditakut-takuti. Mulai dari di lempar, jendela bergetar di semua sisi, sampai lampu yang menerangi pusara tiba-tiba padam seketika. “Setiap kali pasang lampu, tidak perbah bisa berumur panjang,” cetusnya.

Paling lama, bola lampu bertahan hanya dalam waktu satu minggu. Selebihnya, hanya dalam hitungan hari, filamen lampu sudah putus. Entah apa sebabnya, tetapi ia menduga ini ada kaitannya dengan pusara kuburan yang diyakini warga, sangat keramat!

Istri Ratinah, Jarini juga ikut berbagi cerita. Ia ingat beberapa waktu silam seorang warga Monjok Kebon Jaya yang kini sudah almarhum, Pak Makmur konon pernah ingin cari ilmu.

“Tapi apa yang ia dapat, ia mengaku kaca jendela seperti di obrak-abrik, lalu di lempar sampai akhirnya ia lari terbirit-birit,” tuturnya.

Penampakan lain, jelang petang terutama antara waktu Magrib dan Isya, dari arah gerbang kerap ditemui ada serdadu kerajaan. Lengkap dengan tombak dan pakaian kebesarannya.

Tidak hanya itu, bedug masjid juga kerap berbunyi bertalu-talu hingga membuat warga sekitar geger, siapa yang membunyikannya. “Setelah di lihat tidak ada siapa-siapa,” ujar Jeni.

Tetapi, pengalaman yang tidak pernah dilupakan Jeni adalah saat ia masih kecil. Waktu itu ia pernah naik ke atas bedug. Ketika tengah asyik bermain, ia mengalami peristiwa masuk akal.

Dari arah kulit bedug ia melihat makhluk astral yang mengerikan. “Ada raksasa dengan lidah terjulur panjang keluar dari sana. Berani sumpah, kalau saya bohong,” cetusnya.


0 Response to "Uji Nyali di Langgar Nihayatul Hidayah kawasan Monjok Kebon Jaya Mataram "

Posting Komentar

×