SALAM
SEJAHTERA untuk kita semua. Para pembaca sekalian dimana pun anda berada
INFO BERITA LOMBOK pada kesempatan kali ini mengabarkan terkait Maleman
tradisi asli Lombok setiap malam ganjil 10 hari terakhir bulan
Ramadhan, Simak Berita selengkapnya berikut ini.
maleman |
Sudah
menjadi kebiasaan dan tradisi masyarakat Gumi Sasak Lombok Nusa
Tenggara Barat (NTB), untuk melakukan tradisi 'maleman' pada setiap
malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Sebagian dari pada umat muslim khususnya di wilayah Lombok Barat menghiasi malam ke -10 terakhir dari bulan suci Ramadhan dengan Dile Jojor semacam obor berukuran kecil yang terbuat dari buah jamplung dan kapas.
Maleman merupakan salah satu tradisi turun temurun khususnya di setiap Dusun Lombok Barat. Tradisi ini untuk merayakan malam Nuzulul Quran sekaligus menunggu datangnya malam Lailatul Qadar.
Suasana Maleman begitu meriah di rasakan oleh warga yang merayakannya karena semua warga ikut berpartisipasi dalam melestarikan tradisi yang sudah banyak di lupakan sekarang ini. Anak-anak,serta orang tua juga tidak mau ketinggalan di acara yang satu kali dalam setahun di adakan ini.
Ini semua dilakukan dikarenakan malam 10 terakhir di bulan Ramadhan di yakini oleh umat muslim adalah malam turunnya LAILATUL QADAR atau malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu nenek moyang mereka dahulu menerangi malam-malam terkahir di bulan Ramadhan dengan dile jojor agar mudah untuk beribadah menyambut datangnya malam yang lebih mulia dari seribu bulan,dan tradisi ini masih terus dilestarikan
Setiap Dusun di Lombok Barat. berbeda hari dalam merayakan Maleman namun tetap berkisar di 10 malam terakhir yakni pada malam ke 21, 23, 25, 27 dan 29 Ramadhan merupakan tradisi yang telah dilakukan sejak jaman dahulu.
Sebelum warga menancapkan dile jojor di setiap sudut rumah maupun pekarangan,acara Maleman di awali dengan berbuka bersama di masjid maupun mushalla serta dzikir dan doa di panjatkan karena rasa syukur telah memasuki malam ke-10 terakhir di bulan Ramadhan serta berdo'a dengan harapan mendapat malam LAILATUL QADAR yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan dan selesai shalat Magrib warga mulai menancapkan dile jojor sebagai acara puncaknya ditandai dengan menyalakan dan menancapkan Dile Jojor, selepas berbuka puasa, warga beramai-ramai menyalakan dile jojor dan menancapkannya di setiap sudut rumah, pekarangan, serta makam keluarga yang sudah meninggal. Nyala api dile jojor bertujuan agar warga tetap terjaga dan beribadah menunggu datangnya malam Lailatul Qadar.
Momen tahunan itu selalu ditunggu-tunggu, terutama oleh anak-anak. Tradisi "Maleman" biasa warga sasak menyebutnya, hanya di lakukan pada malam ke -10 terakhir di bulan puasa yakni biasa di mulai pada malam ke – 21 sampai malam ke -29 di bulan Ramadhan.
Sebagian dari pada umat muslim khususnya di wilayah Lombok Barat menghiasi malam ke -10 terakhir dari bulan suci Ramadhan dengan Dile Jojor semacam obor berukuran kecil yang terbuat dari buah jamplung dan kapas.
Maleman merupakan salah satu tradisi turun temurun khususnya di setiap Dusun Lombok Barat. Tradisi ini untuk merayakan malam Nuzulul Quran sekaligus menunggu datangnya malam Lailatul Qadar.
Suasana Maleman begitu meriah di rasakan oleh warga yang merayakannya karena semua warga ikut berpartisipasi dalam melestarikan tradisi yang sudah banyak di lupakan sekarang ini. Anak-anak,serta orang tua juga tidak mau ketinggalan di acara yang satu kali dalam setahun di adakan ini.
Ini semua dilakukan dikarenakan malam 10 terakhir di bulan Ramadhan di yakini oleh umat muslim adalah malam turunnya LAILATUL QADAR atau malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu nenek moyang mereka dahulu menerangi malam-malam terkahir di bulan Ramadhan dengan dile jojor agar mudah untuk beribadah menyambut datangnya malam yang lebih mulia dari seribu bulan,dan tradisi ini masih terus dilestarikan
Setiap Dusun di Lombok Barat. berbeda hari dalam merayakan Maleman namun tetap berkisar di 10 malam terakhir yakni pada malam ke 21, 23, 25, 27 dan 29 Ramadhan merupakan tradisi yang telah dilakukan sejak jaman dahulu.
Sebelum warga menancapkan dile jojor di setiap sudut rumah maupun pekarangan,acara Maleman di awali dengan berbuka bersama di masjid maupun mushalla serta dzikir dan doa di panjatkan karena rasa syukur telah memasuki malam ke-10 terakhir di bulan Ramadhan serta berdo'a dengan harapan mendapat malam LAILATUL QADAR yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan dan selesai shalat Magrib warga mulai menancapkan dile jojor sebagai acara puncaknya ditandai dengan menyalakan dan menancapkan Dile Jojor, selepas berbuka puasa, warga beramai-ramai menyalakan dile jojor dan menancapkannya di setiap sudut rumah, pekarangan, serta makam keluarga yang sudah meninggal. Nyala api dile jojor bertujuan agar warga tetap terjaga dan beribadah menunggu datangnya malam Lailatul Qadar.
Momen tahunan itu selalu ditunggu-tunggu, terutama oleh anak-anak. Tradisi "Maleman" biasa warga sasak menyebutnya, hanya di lakukan pada malam ke -10 terakhir di bulan puasa yakni biasa di mulai pada malam ke – 21 sampai malam ke -29 di bulan Ramadhan.
- BACA JUGA : KECIMOL DI ANGGAP BIKIN ONAR
- BACA JUGA : CERITA RAKYAT : MAKAM LOANG BALOQ
- BACA JUGA : CERITA RAKYAT : PUTRI NYALE (MANDALIKA)
Demikian INFO BERITA LOMBOK terkait Maleman tradisi asli Lombok setiap malam ganjil 10 hari terakhir bulan Ramadhan semoga bermanfaat jangan lupa LIKE FANS PAGE dan silahkan di SHARE Terima kasih atas kunjungan anda.....
0 Response to ""MALEMAN" TRADISI ASLI lOMBOK SETIAP MALAM GANJIL 10 HARI TERAKHIR BULAN RAMADHAN "
Posting Komentar