Assalamualaikum.wr.wb...
Salam sejahtera warga lombok sekalian Info Berita Lombok mengabarkan terkait setiap tahun gelombang pasang selalu melanda pesisir Kota Mataram. Tak jarang gelombang pasang ini merusak rumah nelayan di pesisir pantai. Bahkan mengakibatkan korban nyawa. Sayangnya penanganan masalah ini tidak kunjung tuntas , Simak berita selengkapnya berikut ini.
Salam sejahtera warga lombok sekalian Info Berita Lombok mengabarkan terkait setiap tahun gelombang pasang selalu melanda pesisir Kota Mataram. Tak jarang gelombang pasang ini merusak rumah nelayan di pesisir pantai. Bahkan mengakibatkan korban nyawa. Sayangnya penanganan masalah ini tidak kunjung tuntas , Simak berita selengkapnya berikut ini.
BENTENG PASIR : Seorang warga yang tinggal di pesisir pantai tengah membentengi rumahnya dari terjangan air laut pasang menggunakan karung dan tumpukan pasir |
HAMPIR sekitar dua minggu lebih, gelombang pasang melanda pesisir pantai Kota Mataram. Mulai dari Ampenan, Tanjung Karang hingga Bagek Kembar. Gelombang pasang ini memporak-porandakan tempat tinggal warga di pesisir.
Setiap malam, warga tidak bisa tidur tenang. Lantaran khawatir gelombang datang. Gelombang pasang ini membuat sejumlah rumah warga rusak diterjang ombak. Seisi rumah dipenuhi air hingga pasir.
Misalnya di wilayah Bagek Kembar. Sekitar lima rumah rusak parah. Bahkan ada yang sampai tidak bisa ditempati sama sekali.
Warga di pesisir Ampenan lebih beruntung. Mereka bisa tetap tinggal di rumah mereka meskipun beberapa hari rumah mereka ditimbun pasir dan air pantai yang merangsek masuk ke dalam rumah.
Beberapa warga harus bekerja keras mengeluarkan pasir dan air dalam rumahnya.Mereka juga harus berhati-hati agar jangan sampai airyang masuk ke dalam rumah merusak instalasi listrik dan barang elektronik.
“Setiap tahun seperti ini. Mau nggak mau kami harus terima kondisi ini,” ujar Sahlan, salah seorang warga Bagek Kembar.
Pria yang bekerja sebagai nelayan ini mengaku tak bisa berbuat banyak dengan kondisi ini. Bahkan untuk menghindar sekalipun. Pasalnya, meski tahu kondisinya sedang terancam, ia tak bisa pindah mengungsi. Ia mengaku tidak punya rumah atau tanah untuk pindah.
Lebih memprihatinkan lagi, Sahlan dan beberapa nelayan lainnya harus kehilangan pekerjaanya mencari ikan selama gelombang besar menghantam. Sehingga, berhutang menjadi solusi satu-satunya untuk menutupi kebutuhan. Sahlan dan beberapa nelayan lainnya merupakan warga yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Terhadap gelombang pasang ini, Pemkot Mataram tidak tinggal diam. Untuk jangka pendek, Disosnakertrans telah mengambil beberapa upaya untuk membantu warga. Mulai dari menyiapkan tenda pengungsian hingga membagi-bagikan sembako agar warga bisa menutupi kebutuhan selama gelombang pasang.
Namun, penyelesaian jangka pendek ini bukanlah solusi. Harus ada relokasi tempat tinggal para nelayan. Relokasi ini bisa dilakukan oleh SKPD terkait. Dalam hal ini Dinas PU. Dengan catatan lokasi relokasi nanti tidak jauh dari pesisir.
Hal ini juga diakui Kadisosnakertrans Kota Mataram H Ahsanul Khalik. “Relokasinya harus dekat pantai. Karena profesi mereka sebagai nelayan harus menjadi perhatian dan pertimbangan utama,” terangnya.
Sedang dari Dinas Pertanian, Kelautan dan Perternakan (DPKP) diharapkan bisa melakukan pembinaan dan pendampingan untuk pengelolaan hasil tangkapan ikan. Termasuk juga pengelolaan ekonomi keluarganya. Sehingga pada saat kejadian seperti ini para keluarga nelayan diharapkan masih punya simpanan untuk tetap bertahan hidup.
“Jadi hasil mereka melaut tidak habis begitu saja. Akibatnya pada saat kejadian air pasang mereka hanya mengandalkan bantuan,” jelasnya.
Sementara untuk membantu korban gelombang pasang saat ini, Disosnakertrans telah menyiapkan dua ton beras, yang akan disalurkan kepada seluruh warga yang terkena dampak gelombang pasang. Selain itu ada juga sarden, biskuit dan makanan anak-anak.
“Tapi harus diingat, ini tentu tidak bisa terus menerus. Karena masyarakat juga harus berikhtiar untuk bisa lebih baik dan bertahan pada kondisi seperti saat ini,” jelas Khalik.
Terkait usulan relokasi, Ketua DPRD Kota Mataram H Didi Sumardi mengaku setuju dengan rencana relokasi perumahan waga. “Salah satu solusi untuk menangani situasi itu (banjir akibat gelombang pasang, Red) adalah relokasi. Namu harus tetap dilakukan pengkajian secara komperhensif sebelum dilaksanakan,” jelasnya.
Terkait alternatif lain seperti membangun tanggul laut untuk mencegah gelombang, Didi memilih mencari solusi terbaik. Agar jangan sampai masalah yang ada menelan anggaran jauh lebih besar dari yang seharusnya.
Terpisah, Wakil wali Kota Mataram H Mohan Roliskana beberapa waktu lalu menyatakan kesiapan pemerintah untuk merelokasi perumahan para nelayan. Mohan menjelaskan saat ini pemerintah tengah menyiapkan pembebasan lahan untuk merelokasi tempat tinggal para nelayan.
“Ini akan menjadi perhatian serius dari kami. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan pembebasan lahan. Jika lahan sudah ada, kita akan ajukan bantuan pembangunan sarana fisik ke Kementerian Perumahan Rakyat,” jelasnya.
Kemungkinan besar, pembebasan lahan untuk relokasi bisa diselesaikan Pemerintah Kota Mataram tahun 2017 mendatang.
Sementara itu, Herman Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Mataram mengaku prihatin dengan persoalan ini.
Hampir dipastikan setiap tahun, kejadian ini terus terulang. Anehnya, seperti sudah kehabisan akal, pemerintah sampai saat ini belum bisa berbuat banyak. Dulu, memang sudah disiapkan perumahan untuk nelayan, agar mereka tidak tinggal lagi di pinggir pantai.
Namun, anehnya setelah semua rumah terbooking penuh. Ternyata, masih banyak nelayan yang terlantar. Tak sedikit yang mengaku, namanya hanya ‘dipinjam’ saja, sementara yang menikmati hasilnya orang lain.
“Makanya ini ada apa?,” sindir Herman.
Pemerintah, diakui saat ini masih terus mencari formula mengatasi persoalan itu. Salah satunya dengan mengikis angka kemiskian lewat sejumlah program. Nantinya, program itu juga bisa diharapkan menyasar pada para nelayan.
Logikanya, jika kehidupan mereka bisa lebih baik, maka mereka tidak perlu lagi tinggal di pesisir pantai dan bertaruh nyawa, dengan gelombang pasang yang sewaktu-waktu datang menerjang.
“Sayangnya saya melihat program pemerintah, baik SKPD yang tergabung dalam pengentasan kemiskinan, belum padu. Masih sendiri-sendiri. Meski ada upaya ke arah itu. tapi kenyataanya di lapangan, semua tidak fokus,” imbuhnya.
Jika persoalan kemiskinan benar-benar ingin diselesaikan pemerintah, khususnya bagi nelayan di pinggir pantai. Dinas-dinas terkait harus mulai bekerja bersama. Disnakertrans, Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Pekerjaan Umum hingga Diskoperindag harus punya kerja yang terarah. Dan benar-benar menyasar pada para nelayan.
“Program bersama itu harus kompeten dan benar-benar fokus selesaikan persoalan nelayan dan kemiskinannya. Yang terjadi kan justru, semua seperti sibuk dengan program-program mendesak menurut acuan sendiri-sendiri,” sindirnya.
Jika tidak demikian, bagaimana mungkin warga pesisi bisa menikmati kemajuan yang selama ini selalu dibangga-banggakan pemerintah. Sementara solusi yang ditawarkan selalu bersifat sementara. Bukan permanen. Objek dan goal pembangunan pemerintah juga dinilainya masih sporadik. Semua terkesan asal ‘kecipratan’
.
“Kesannya asal dapat. Tapi tidak fokus. Dampaknya pun tidak benar-benar mengeluarkan masyarakat pesisir dari kemisikinan,” tandasnya.
Anggota Komisi III DPRD Kota Mataram, Ketut Sugiarta juga serius menyoroti berbagai fasilitas yang disipakan pemerintah untuk warga pesisir.
Semisal perumahan untuk para nelayan. Dalam pengamatannya selama ini, persoalan akurasi data jadi permasalahan utama disamping karakter nepotis sejumlah oknum pemerintahan.
“Tidak bisa dipungkiri memang, ada sejumlah oknum yang sengaja meminjam nama orang-orang yang tidak mampu. Tetapi ketika, perumahan selesai, ia malah menunjuk kerabatnya untuk tinggal di sana,” sindirnya.
Karena itu, jika ingin persoalan benar-benar tuntas, pemerintah harus mau turun dan mengkroschek data ke bawah. Jangan hanya menerima laporan di atas meja.
Bila perlu, lanjut Sugiarta, bentuk tim khusus yang bertugas melakukan pengawalan dan pendataan untuk dijadikan perbandingan hasil pendataan kepala lingkungan.
“Seperti BPJS dengan Dinas Sosial datanya kerap berbeda, jika ada perbedaan dalam beberapa item tinggal di kroschek.
Cara ini bisa diterapkan juga untuk mengawal, pemberian bantuan fasilitas bagi masyarakat miskin di pesisir. Jika ada peredaan data, antara tim dengan pihak kelurahan, tinggal turun kroschek,” sarannya. (ton/cr-zad/r4)
Sumber : lombokpost
Sekian Info Berita Lombok yang bisa kami sampaikan semoga bermanfaat dan terima kasih atas kunjungan anda.
Jangan lupa like Fans Page kami dan Silahkan di SHARE!!!
0 Response to "JANGAN SALAHKAN GELOMBANG PASANG YANG SETIAP TAHUN MELANDA PESISIR PANTAI KOTA MATARAM "
Posting Komentar